[ad_1]

Harakah.idPara ulama dari empat mazhab fikih terkemuka di dunia Islam menganjurkan dan mensunnahkan agar umat Islam membaca doa allahumma laka shumtu saat berbuka puasa.

Sejak kecil masyarakat Muslim Indonesia diajarkan doa berbuka puasa dengan redaksi “allahumma laka shumtu”. Doa ini sangat masyhur di masyarakat. Baik kalangan alim ulama, asatidz maupun masyarakat Muslim yang masih awam.

Belakangan ini, sebagian masyarakat Indonesia sibuk mempermasalahkan bacaan doa berbuka puasa tersebut. Munculnya permasalahan ini disebabkan karena muncul anggapan bahwa perkara yang dianjurkan dalam Islam, seperti berdoa berbuka, harus didasarkan kepada hadis sahih. Tidak boleh didasarkan pada hadis daif. Amalan yang didasarkan kepada hadis daif adalah tergolong perbuatan bid’ah.

Sejatinya, pandangan terakhir ini adalah paham baru yang muncul di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Bahkan, terbilang baru dalam lingkungan masyarakat Muslim di dunia Islam. Seperti disinggung sebelumnya, bahwa doa berbuka puasa dengan redaksi “allahumma laka shumtu” merupakan doa yang masyhur di kalangan umat Islam, baik alim ulama maupun awamnya.

Kemasyhuran doa tersebut dibuktikan dengan kenyataan bahwa seluruh mazhab-mazhab fikih dalam Islam menganjurkan membaca doa tersebut saat berbuka puasa.

Dalam artikel ini akan dihadirkan pendapat para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang berasal dari berbagai mazhab fikih terkemuka. Mereka menyebutkan bahwa doa yang dianjurkan adalah allahumma laka shumtu. 

Allahumma laka shumtu menurut mazhab Syafi’i

Imam An-Nawawi, seorang ulama besar dalam mazhab Syafi’i, sebuah mazhab yang dianut mayoritas masyarakat Muslim di Indonesia, mengatakan:

والمستحب أن يقول عند إفطاره : “اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت”.

Dan disunnahkan untuk membaca doa ketika berbuka puasa : “Allahumma Laka Shumtu Wa ‘Ala Rizqika Afthartu”. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzhab, Jilid 6, Halaman 362)

Imam al-Khathib al-Syirbini, seorang ulama besar dalam mazhab Syafi’i lainnya, mengatakan;

وأن يقول عقب فطره اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت لانه صلى الله عليه وسلم كان يقول ذلك رواه الشيخان

Artinya, “(Mereka yang berpuasa) dianjurkan setelah berbuka membaca, ‘Allahumma laka shumtu, wa ‘ala rizqika afthartu.’ Karena, Rasulullah SAW mengucapkan doa ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,” (Lihat Syekh al-Khatib As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Bujairimi alal Khatib, juz II, halaman 385).

Allahumma laka shumtu dalam Mazhab Hanafi

Imam Az-Zaila’i, seorang ulama besar dalam mazhab Hanafi menulis sebagai berikut:

ومن السنة أن يقول عند الإفطار : “اللهم لك صمت وبك آمنت وعليك توكلت وعلى رزقك أفطرت”.

“Di antara amalan sunnah adalah ketika seorang yang berpuasa membaca doa berbuka puasa : “Allahumma Laka Shumtu Wa ‘Ala Rizqika Afthartu” (Tabyin Al-Haqa’iq Syarh Kanzu Al-Haqa’iq, Jilid 1, Halaman 324)

Allahumma dalam kitab Mazhab Hanbali

Imam Al-Buhuti, ulama besar dari kalangan mazhab Hanbali mengatakan :

لما روى ابن ماجه من حديث عبد الله بن عمرو للصائم عند فطره دعوة لا ترد، ويسن أن يقول عند الفطر : “اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت”.

Berdasarkan riwayat Ibnu Majah dari hadis Abdullah Bin ‘Amru bahwa orang yang berpuasa itu mempunyai doa yang tidak ditolak saat sedang berbuka. Ia disunnahkan membaca saat berbuka puasa: “Allahumma Laka Shumtu Wa ‘Ala Rizqika Afthartu” (Qasyful Qina’ ‘An Matan Al-Iqna’ : Jilid 2, Halaman 284)

Allahumma laka shumtu menurut Mazhab Maliki

Imam An-Nafrawi, ulama besar bermazhab Maliki mengatakan :

ويقول ندبا عند الإفطار : “اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فاغفر لي ما قدمت وما أخرت”.

Dan disunnahkan berdoa ketika berbuka puasa dengan doa “Allahumma Laka Shumtu Wa ‘Ala Rizqika Afthartu, Faghfirli Maa Qaddamtu Wamaa Akhartu”. (Al-Fawakih Ad-Dawani, jilid 1, Halaman 305)

Sampai di sini dapat dipahami bahwa para ulama dari empat mazhab fikih terkemuka di dunia Islam menganjurkan dan mensunnahkan agar umat Islam membaca doa allahumma laka shumtu saat berbuka puasa. Anjuran para ulama berbagai mazhab untuk membaca doa yang didasarkan kepada hadis daif menunjukkan adanya penerimaan secara kolektif. Dalam ilmu hadis, hal itu disebut istilah “talaqqil ummah bil qabul”. Menurut para ahli hadis, penerimaan secara kolektif oleh para ulama ini membuat sebuah hadis dapat dinilai sahih. Imam al-Suyuthi (w. 911 H.) mengatakan,

يُحْكَمُ لِلْحَدِيثِ بِالصِّحَّةِ إِذَا تَلَقَّاهُ النَّاسُ بِالْقَبُولِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ.

Sebuah hadis dihukumi sahih ketika para ulama menerimanya secara kolektif, walaupun hadis itu tidak memiliki sanad yang sahih (Tadrib al-Rawi Fi Syarah Taqrib an-Nawawi, jilid 1, hlm. 66)

Jika kita terapkan kaidah ini terhadap hadis allahumma laka shumtu, dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas sahih sekalipun tidak memiliki sanad yang sahih.

Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa tidak ada larangan jika umat Islam membaca doa lain seperti doa dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘uruqu. Hal ini boleh-boleh saja. Sebagian ulama bahkan menggabungkan kedua doa tersebut.

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI