[ad_1]

Harakah.id Berdasarkan penjelasan di atas, perintah untuk menetap dalam rumah tidak sepenuhnya menutup celah perempuan bekerja secara mutlak. Perempuan masih dapat keluar rumah dan pergi bekerja untuk tujuan pemenuhan ekonomi keluarga dan tetap menjaga batas-batas kepantasan yang diatur oleh syariat Islam.

Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 33 sering dijadikan alasan untuk mendiskriminasi perempuan muslimah yang bekerja. Ayat “Perempuan Dilarang Keluar Rumah” ini menurut sebagian orang berisi larangan dan pembatasan bagi perempuan untuk keluar rumah sama sekali. Termasuk untuk pergi bekerja.

Ayat Al-Quran yang dimaksud berbunyi sebagai berikut:

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ وَأَقِمۡنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذۡهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجۡسَ أَهۡلَ ٱلۡبَيۡتِ وَيُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِيرٗا ٣٣

Artinya:  dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Ayat ini beserta beberapa ayat sebelumnya memang berbicara perihal perempuan. Berkaitan dengan beberapa anjuran dan perilaku yang harus mereka miliki, mulai dari interaksinya dalam rumah tangga hingga dalam pergaulan sosial.

Penggalan pertama dalam ayat ini berisi perintah untuk menetap dan tinggal di rumah, kecuali saat ada kepentingan yang dibenarkan oleh adat dan agama. Perintah ini lalu dilanjutkan dengan larangan untuk ber-tabarruj, yaitu berhias dan berperilaku seperti kaum jahiliyah terdahulu, dan meminta untuk senantiasa melaksanakan shalat dan menunaikan zakat dengan baik dan benar, menaati segala perintah Allah dan menjauhai larangan-Nya. Seperangkat aturan dan rambu-rambu yang telah dijelaskan ini bertujuan untuk mengingatkan hamba-hamba-Nya, menyelamatkan mereka dari dosa dan kebejatan moral serta membersihkan ahlul bait dengan sebersih-bersihnya.

Kata قرن (Qarna) dalam ayat ini berasal dari kata إقررن yang artinya perintah untuk menetap atau tinggal di tempat tertentu. Ada analisis kebahasaan lain yang berpendapat kalau kata Qarna di sini berasal dari قرّة أعيون (Qurrata A’yun) yang berarti penyejuk hati, atau sesuatu yeng menyejukkan hati.

Surat Al-Ahzab turun pada tahun kelima Hijrah. Bertepatan dengan terjadinya perang Khandaq. Ayat-ayat dalam surat ini memang banyak yang secara implisit diturunkan berkaitan dengan peristiwa yang berhubungan dengan para istri Nabi Muhammad SAW. Ayat ini tentu turun dalam situasi sosial dimana pergerakan perempuan dalam masyarakat sangat terbatas.

Posisi kepemimpinan dalam rumah tangga, keluarga, organisasi dan masyarakat adalah menjadi tempat bagi kaum laki-laki. Adapun perempuan hanya memiliki porsi yang kecil untuk posisi-posisi publik, termasuk dalam fungsi pekerjaan dan pencarian nafkah keluarga.

Pada ayat sebelumnya, yaitu surat al-Ahzab ayat 32, Allah SWt menerangkan serangkaian pesan kepada para istri nabi terkait dengan kesopanan dan etika. Para istri nabi dinyatakan sebagai perempuan yang memiliki kedudukan dan keutamaan khusus. Mereka tidak sama dengan wanita dan istri pada umumnya. Dengan kedudukan mereka yang istimewa, maka mereka juga memiliki tanggung jawab yang berbeda. Ayat 33 masih melanjutkan beberapa etika dan kesopanan yang dianjurkan kepada para istri nabi.

Berkaitan dengan perintah untuk menetap di dalam rumah, para ahli tafsir memiliki cara pandang yang berbeda. Ada di antara mereka yang memberlakukan perintah ini sesuai makna tekstualnya, di antaranya seperti Al-Qurthubi dan Ibn Al-‘Araby. Namun ada juga ulama yang memberikan tafsir yang lebih moderat seperti Ibnu Katsir.

Para mufassir kontemporer seperti Al-Maududi memberlakukan makna perintah sesuai dengan redaksi dalam ayat, hanya saja beliau memberikan syarat-syarat untuk keberlakuan perintah ini. Perintah dalam ayat ini berlaku dengan syarat jika para perempuan sedang tidak memiliki keperluan dan hajat tertentu. Adapun dalam kondisi dimana perempuan memang memiliki kebutuhan tertentu dan dia mampu menjaga kesucian dan kehormatannya, meka perintah ini tidak berlaku, perempuan muslimah pun diizinkan untuk keluar dari rumahnya. Perempuan Dilarang Keluar Rumah.

Pandangan serupa juga dijelaskan oleh pemikir Islam kontemporer Wahbah Zuhaili. Beliau menyatakan dalam tafsirnya bahwa hendaklah perempuan tetap tinggal di rumah, jangan sering keluar rumah tanpa adanya keperluan yang dibolehkan dalam agama.

Berbeda dengan penafsiran di atas, yang lebih mengedepankan redaksi perintah secara tekstual, Sayyid Qutub memberikan pandangan kalau ayat ini sebenarnya berbicara peran utama perempuan dalam rumah tangga. Alquran menjelaskan kalau rumah tangga adalah tugas pokok (tetap) bagi seorang perempuan. Adapun di luar urusan rumah tangga, lebih kepada urusan sampingan, bukan dimana mereka menetap di dalamnya.

Penafsiran Sayyid Quthub juga diikuti oleh Quraish Shihab. Menurut beliau, pesan utama yang dijelaskan pada awal ayat tersebut, bukan terletak pada boleh tidaknya perempuan untuk bekerja dan pergi ke luar rumah, tetapi dorongan agar perempuan sangat memperhatikan tugas-tugas mereka di dalam rumah tangga.

Perempuan dibenarkan untuk pergi ke luar rumah dan bekerja, hal ini berlaku jika perempuan bekerja pada sektor-sektor dimana mereka memang dibutuhkan oleh masyarakat, dan pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Keadaan yang sama juga berlaku kepada perempuan yang berada dalam keluarga dengan status ekonomi yang tidak cukup.  Dalam keadaan ini, seorang perempuan berhak untuk ikut bekerja dan membantu pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi keluarga.

Penjelasan di atas tentu berlaku dengan tetap menjaga syarat dan kriteria yang dijelaskan dalam bangunan besar ajaran agama Islam. Perempuan dibolehkan bekerja di luar rumah, selama masih dalam batas dimana ia mampu menjaga kesucian dirinya, tidak menimbulkan pelanggaran terhadap ajaran agama yang lain, atau melalaikan dirinya dari peran sebagai istri di dalam rumah tangga.

Untuk mengetahui batas-batas mana pekerjaan seorang perempuan dinilai sebagai sesuatu yang pantas dan membolehkan mereka keluar rumah, kita dapat merujuk pada kriteria yang dibuat oleh Muhammad Al-Ghazali. Kriteria pertama adalah pekerjaan tersebut masuk dalam kebutuhan kolektif masyarakat, dan kehadiran perempuan untuk mengisi pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Contohnya seperti pekerjaan sebagai bidan dan guru. Kriteria kedua adalah pekerjaan tersebut menjadi upaya untuk membantu suami dan pemenuhan kebutuhan keluarga. Kriteria ketiga adalah pekerjaan perempuan untuk mencukupi kebutuhan jika ekonomi keluarganya tidak tercukupi.

Berdasarkan penjelasan di atas, perintah untuk menetap dalam rumah tidak sepenuhnya menutup celah perempuan bekerja secara mutlak. Perempuan masih dapat keluar rumah dan pergi bekerja untuk tujuan pemenuhan ekonomi keluarga dan tetap menjaga batas-batas kepantasan yang diatur oleh syariat Islam.

Demikian artikel “Benarkah Perempuan Dilarang Keluar Rumah, Membincang Penafsiran Surat Al-Ahzab Ayat 33”. Semoga bermanfaat.

*Artikel ini merupakan hasil kerja sama Harakah.ID dengan Rumah KitaB dalam program Investing in Women untuk mendukung Muslimah bekerja.

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI