[ad_1]
Harakah.id – Nyai Gede Pinatih merupakan syahbandar pertama perempuan di Nusantara. Tugasnya di antaranya menggerakkan aktivitas krusial pelabuhan, mengurus penerimaan beacukai, mengawasi pedagang asing yang keluar masuk dan memastikan pelabuhan layak bagi perdagangan internasional.
Kelebihan yang ada pada perempuan tidak hanya di jabatan pemerintahan, tetapi ada juga perempuan yang mempunyai kekayaan ekonomi dan kemakmuran dalam kehidupannya. Pejabat-pejabat perempuan juga sudah banyak menyebar di instansi pemerintahan sejak era awal Islam di Nusantara.
Salah satunya Nyai Gede Pinatih yang berasal dari Gresik merupakan Syahbandar perempuan yang sangat hebat dimasanya dan sangat berpengaruh dan kisahnya juga tidak terlepas dari kaderisasi Sunan Giri.
Nyai Gede Pinatih seorang Syahbandar perempuan berasal dari Gresik yang memiliki karisma dan kebijakan perdagangan yang efektif. Syahbandar sendiri merupakan sebutan bagi pejabat pemerintahan di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri atau petinggi dan memiliki kewenangan tertinggi dalam melakukan pengawasan untuk menjamin kemananan dan keselamatan pelayaran khususnya pelayaran Gresik.
Gresik memiliki wilayah yang strategis terletak diantara Sedayu dan Surabaya dengan terhubung ke daratan Madura. Pelabuhan Gresik sangat digemari oleh para pedagang bahkan sampai Internasional seperti Tiongkok, Belanda, Inggris, dan Arab. Bahkan jauh dari pelabuhan yang digemari, Gresik juga sudah memiliki sebuah festival yang terkenal dengan sebutan Gresik Expo.
Nyai Gede Pinatih merupakan syahbandar pertama perempuan di Nusantara. Tugasnya di antaranya menggerakkan aktivitas krusial pelabuhan, mengurus penerimaan beacukai, mengawasi pedagang asing yang keluar masuk dan memastikan pelabuhan layak bagi perdagangan Internasional.
Menurut kisah, Nyai Ageng Pinatih merupakan istri dari Patih Semboja berasal dari kerajaan Blambangan yang diusir dari kerajaannya dengan Prabu Menak Sembuyu karena Patih Semboja mendukung ajaran Syekh Maulana Ishaq. Kemudian Patih menemui Raja Majapahit dan mengabdi sebagai pejabat tinggi di kerajaan Majapahit.
Ia dipercaya memiliki barang dagangan dan kapal dengan jumlah yang besar serta relasinya yang sangat luas di beberapa derah. Semakin banyaknya kapak yang singgah di pelabuhan, syahbandar sangat diperlukan untuk mengatur dan menertibkan pelabuhan. Nyai Gede Pinatih sangat cerdas dalam berbagai bahasa, menguasai ilmu perdagangan dan komunikasi yang baik maka dari itu, ia diangkat menjadi syahbandar di Gresik oleh Raja Majapahit Brawijaya. Saat menjabat sebagai syahbandar, pelabuhan Gresik mencapai kejayaannya. Nyai Gede Pinatih membuat kapal dan peti kemasan yang disebut blandongan, serta menyediakan kuda sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang dari daerah pedalaman menuju pelabuhan maupun sebaliknya.
Baca juga: Ratu Kalinyamat, Pemimpin Perempuan Muslimah dari Pesisir Jepara
Sunan Giri dan Nyai Ageng Pinatih merupakan dua tokoh sentral dalam penyebaran agama Islam di Gresik. Nyai Ageng Pinatih merupakan ibu angkat dari Sunan Giri yang ditemukan dilaut saat Sunan Giri dibuang. Versi sejarah ada yang mengatakan bahwa kelahiran Sunan Giri dianggap telah membawa wabah dan kutukan penyakit. Patih Blmabnagan memfitnah bahwa wabah berasa dari bayi Dewi Sekardadu. Sehingga, ayahnya memerintahkan isterinya Dewi Sekardadu untuk membuang anak yang baru dilahirkanya itu ke laut atau selat Bali saat ini.
Bayi dalam peti yang dilaut, ditemukan oleh sekelompok awak kapal dan dibawa ke Gresik. Hingga diadopsi oleh Nyai Gede Pinatih yang merupakan seorang saudagar perempuan yang kebetulan belum mempunyai anak dan menamainya dengan Joko Samudro yang bermakna perjaka laut dan merupakan nama kecil Sunan Giri.
Sunan Giri bernama Raden Paku lahir di Blambangan tahun 1443 M ibunya Dewi Sekardadu dan ayahnya Maulana Ishaq. Saat usianya 12 tahun, Nyai Ageng menitipkan Sunan Giri kepada Sunan Ampel untuk belajar. Sunan Ampel merasa berbeda dengan muridnya karena ia sangat cepat dalam menguasai ilmu agama dibandingkan temannya. Pergantian naa dari Joko menjadi Raden Paku dilakukan sunan Ampel, menunjukkan terjadinya perubahan status dari kedudukan masyarakat menjadi keluarga penguasa yang bergelar Raden, merupakan bagian dari keluarga Maharaja Majapahit.
Saat sudah dewasa Raden Paku diharapkan dapat mencari nafkah oleh Nyai Ageng Pinatih. Akhirnya, Raden Paku ikut berdagang bersama rombongan kapal diberbagai pulau. Raden Paku membangun pusat agama Islam Mesjid dan desa sehingga berkembang menjadi sebuah pemerintahan atas nama Prabu Satmata (Raden Paku) dari Giri Kedhaton. Raden paku berdakwah di area perbukitan di Giri Gajah, sebab itu Raden Paku disebut Sunan Giri yang mengandung makna Susuhunan (orang yang dijunjung tinggi, terhormat atau oranng suci) yang tinggal diperbukitan Giri. Penyebaran agama Islam Sunan Giri berpengaruh ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Sebagai ulama (Wali Songo) dan guru, beliau juga berdagang untuk penghidupannya. Dengan modal yang diberikan oleh ibu angkatnya Nyai Gede Pinatih, beliau pedagang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi dan juga sampai Kamboja. Melihat potensi wilayah yang sangat baik, Sunan Giri memanfaatkan kesempatan dalam menyebarkan agama Islam di pelabuhan Gresik.
Penyebaran agama Islam oleh Sunan Giri tak dapat dipisahkan dari pengorbanan dan kecerdasan intelektual Nyai Gede Pinatih yang mendidik Raden Paku dan memberikan pendidikan agama dengan ahlinya.
Baca juga: Kecerdasan Siti Aisyah Yang Memecah Kebekuan Intelektualitas Perempuan
Nyai Gede Pinatih dapat memperlihatkan bahwa perempuan dapat sukses dalam mendidik anak-anaknya dan sukses dalam membawa kepemimpinan publiknya di puncak kejayaan. Saat ini, namanya dikenang menjadi rumah sakit di Gresik. Rumah sakit di Gresik dikenal dengan Rumah Sakit Nyai Gede Pinatih. Kesuksesan dan kegigihannya membawa Gresik ke puncak jaya akan selalu dikenang sepanjang masa.
*Artikel ini merupakan hasil kerja sama Harakah.ID dengan Rumah KitaB dalam program Investing in Women untuk mendukung Muslimah bekerja.
[ad_2]
Sumber Artikel KLIK DISINI