loading…
Tahawwur bisa juga diartikan nekat, membabi buta, gegabah, tergesa-gesa, berapi-api, dan bertindak tanpa perhitungan. Foto/dok islamituindah
Tahawwur (تَهَوَّرَ) diartikan sebagai sifat dan perilaku yang bukan pada tempatnya atau disebut juga keterlaluan. Bisa juga dimaknai ketergesa-gesaan, nekat, membabi buta, gegabah, terburu-buru, ceroboh, zalim, berapi-api, tamak, serampangan. Orang yang memiliki sifat ini cenderung berbuat tanpa perhitungan.
Tahawwur tidak sama dengan sifat berani (asy-Syaja’ah) yang merupakan sifat terpuji karena disertai dengan perhitungan matang ketika menghadapi berbagai permasalahan. Secara bahasa, Syaja’ah adalah benar, gagah, pemberani. Syaja’ah merupakan sifat pertengahan antara Al-Jubn (pengecut) dan at-Tahawwur (berani tanpa perhitungan).
Dampak dari Sifat Tahawwur
Buya Hamka dalam bukunya “Tasawuf Modern” menjelaskan, orang yang menurutkan nafsu Tahawwur akan memunculkan ranting-ranting sifat buruk (Madzmumah).
Di antaranya, kotor-mulut, pengumpat, lekas marah, keras kepala, tidak mengakui kebenaran orang lain, perajuk, suka memerintah tetapi tak suka mengerjakan, mengecilkan hati orang, melupakan kesalahan diri, takabur, sombong, ujub dan angkuh. Seolah-oleh memasang mercon untuk memberitahu kepada seluruh negeri atas jasa-jasanya, menghinakan orang, dan sifat sifat yang meyerupai itu.
Sedangkan mereka yang memiliki sifat al-Jubun (pengecut), biar terancam jiwanya, anak istrinya diganggu orang, saudara perempuannya diganggu, dia tidak peduli. Sedikit ditimpa sakit, memekik panjang seperti anak-anak.
Baik sifat pengecut (Al-Jubn) dan Tahawwur bukanlah akhlak karimah (mulia), melainkan akhlak madzmumah (tercela). Rasulullah SAW pernah bersabda:
عن عبد الله بن عمرو وجابر بن عبد الله رضي الله عنهم مرفوعاً: «المسلمُ من سَلِمَ المسلمونُ من لسانهِ ويَدِهِ، والمهاجرُ من هَجَرَ ما نهى اللهُ عنهُ
Dari Abdullah bin ‘Amr dan Jabir bin Abdillah RA secara marfu: “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (Muttafaq ‘alaih)
(rhs)