[ad_1]

Puasa Ramadhan sebentar lagi. Sebelum masuk Ramadhan, ada baiknya kita mengerjakan hutang puasa atau qadha puasa Ramadhan sebelumnya. Qadha puasa Ramadhan termasuk hal yang wajib hukumnya. Qadha puasa tersebut dibebankan pada orang yang tidak berpuasa Ramadhan. Penyebab seseorang tidak berpuasa bermacam-macam, misalnya ada uzur, seperti, tua renta, sakit, musafir, hamil, berhadas besar dan juga karena menyusui. Sisi lain, ada juga yang tidak berpuasa karena sengaja untuk tidak berpuasa [tanpa uzur].

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya:

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Sementara itu, Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Qasim dalam kitab Fathul Qarib, menjelaskan bahwa orang-orang yang wajib mengQadha puasa antara lain;  yaitu: (1) musafir yang membatalkan puasa disebabkan bepergian; (2) orang sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah jika puasa; (3) ) ibu hamil  (4) wanita haid dan nifas; (5) muntah yang disengaja (6) makan dan minum yang disengaja.

Hukum Tidak Qadha Puasa hingga Ramadhan Berikutnya

Lantas muncul persoalan, ada seseorang yang mempunyai utang puasa karena tidak berpuasa Ramadhan. Akan tetapi, ia tidak mengganti [qadha] puasa Ramadhan tersebut hingga datang bulan Ramadhan berikutnya. Secara singkat, bagaimana hukum tidak mengqadha puasa hingga Ramadhan berikutnya?

Adapun dalam persoalan tidak mengqadha puasa Ramadhan hingga datang Ramadhan berikut, maka hukumnya diperinci sebagai berikut;

Tidak Qadha Puasa Sebab Uzur

Adapun orang yang telat atau tidak sempat qadha puasa selama setahun penuh karena uzur, maka hanya diwajibkan qadha puasanya saja. Adapun uzur kebolehan menunda qadha puasa, misalnya adalah sakit, musafir, lupa (pikun), hamil, dan menyusui. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sayyid Said bin Muhammad Ba’ali Al-Hadhrami;

أَمَّا تَأْخِيْرُهُ بِعُذْرٍ كَسَفَرٍ وإِرْضَاعٍ وَنِسْيَانٍ وَجَهْلِ حُرْمَةِ التَّأْخِيْرِ وَلَوْ مُخَالِطًا لَنَا فَلَا فِدْيَةَ فِيْهِ

Adapun menunda qadha puasa sebab uzur seperti bepergian, menyusui, lupa, dan tidak tahu keharaman menunda meskipun ia berbaur dengan kami (para ulama), maka tidak ada fidyah yang wajib di sana.

Tidak Qadha Puasa  Sebab Tanpa Uzur

Adapun orang yang tidak berpuasa karena tidak ada uzur, semata-mata lalai hingga bertemu Ramadhan berikutnya, maka Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, ia  wajib qadha puasa tersebut serta membayar fidyah (denda) sebanyak satu mud untuk sehari puasa. Artinya, jika ia tidak puasa 5 hari, maka wajib membayar 5 mud. Jika 10 hari tidak berpuasa, maka wajib membayar 10 mud.

Adapun ukuran 1 mud sebagai berikut;

Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa). Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.

Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah. Cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa. [baznas.go.id]

Hal ini juga sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Syarh al-Muhadzab;

وَمَنْ أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ مَعَ إِمْكَانِهِ حّتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ لَزِمَهُ مَعَ القَضَاءِ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ

Barangsiapa menunda qadha puasa Ramadhan, sementara ia tidak ada uzur sampai masuknya bulan Ramadhan berikutnya, maka wajib baginya setiap hari satu mud beserta Qadha.

Lebih lanjut, yang juga penting kewajiban fidyah ini menjadi berlipat ganda seiring bertambahnya tahun penundaan [tidak berpuasanya]. Misalnya, Ahmad sudah 3 kali Ramadhan tidak berpuasa, maka besar fidyah yang harus dibayarnya menjadi  3 mud. Apabila 4 tahun, maka 4 mud, dan begitu seterusnya.

Imam Nawawi berkata:

وَالأَصَحُّ تَكَرُّرُهُ بِتَكَرُّرِ السِّنِيْنَ

Pendapat yang kuat (menyatakan bahwa) berulang-ulangnya mud sesuai dengan berulang-ulangnya tahun.

Demikian penjelasan tidak qadha puasa bagi sampai datang Ramadhan berikutnya. Semoga bermanfaat.

[ad_2]

Sumber : Islami.co