[ad_1]
Sebentar lagi biasanya akan ramai diperingati oleh sebagian masyarakat dengan peringatan Valentine. Konon, hari tersebut merupakan hari kasih sayang. Namun dalam tulisan ini saya tidak akan menulis terkait fatwa atau hukum perayaan valentine tersebut. Sudah banyak sekali ceramah atau fatwa ulama terkait hal tersebut.
Dalam tulisan ini justru saya akan mengulas hal yang menjadi dasar peringatan itu. Iya benar, Cinta. Sebenarnya cinta merupakan salah satu fitrah manusia. Cinta itu baik, selama masih dalam batas dan koridor yang telah digariskan oleh syariat.
Sebagaimana ditulis Al-Hafidz Mughlathy:
قال الحافظ مغلطاي: “وقد أجمع العلماء: أن الحب ليس بمستنكر في التنزيل، ولا بمحظور في الشرع”
“Ulama telah bersepakat bahwa cinta itu bukan perkara yang dipandang jelek juga bukan perkara yang dilarang dalam syariat Islam”.
Yang justru tidak baik adalah cinta yang begitu berlebihan. Menggaungkan rasa melewati nalar dan logika manusia pada umumnya. Seolah cinta adalah segalanya, sehingga berujung kepada perbuatan di luar batas. Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah dalam rodhoh al-Muhibbin menyebutkan:
العشق لا يحمد مطلقا ولا يذمّ مطلقا وإنما يحمد ويذمّ باعتبار متعلقه. فإن الإرادة تابعة لمرادها
“Perasaan cinta tidak bisa dijustifikasi sebagai sesuatu baik atau buruk secara mutlak. Perasaan itu bisa dinilai baik-buruknya tergantung sesuatu yang berhubungan dengannya. Karena keinginan itu sesuai tujuannya”
Memang kehadiran cinta dalam diri seorang manusia pun tidak akan bisa ditolak. Ia seolah datang begitu saja dan jatuh kepada orang yang terkadang kita sendiri tidak bisa memilihnya.
Syariat sendiri telah mengakomodir fitrah alami manusia ini dalam sebuah produk hukum bernama pernikahan. Akan tetapi tentu, dalam proses menuju pernikahan terdapat banyak sekali dinamika serta tantangan yang dihadapi oleh masing-masing individu manusia. Diantara yang paling sering dihadapai ketika berurusan dengan perasaan ini adalah ‘patah hati’.
Ketika cinta yang telah menggelora tidak mendapatkan balasannya. Seseorang yang ia cintai ternyata tidak mempunyai rasa yang sama. Seseorang yang ia kasihi ternyata tidak bisa dinikahi. Tentu ini adalah masalah klasik sejak zaman Nabi Adam. Salah seorang penyair pernah berkata:
ولقد قال طبيبي * وطبيبي ذو احتيال
أشكُ مَا شئت سوى الحب * فإنّى لا أبالى
سقم الحب رخيص * ودواء الحب غالى
Seorang dokter yang cerdas pernah menasiahtiku, “konsultasikanlah apapun kondisi dan penyakitmu kepadaku, kecuali urusan cintamu!. Karena aku tidak akan peduli. Sakit cinta itu murah, akan tetapi penyembuhannya yang mahal”
Namun jangan khawatir, jika anda saat ini sedang ada di posisi ini jangan terlalu bersedih. Ibnul Jauzi dalam Dzammul Hawa menyebutkan beberapa obat yang bisa ditempuh bagi seseorang yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Terapi yang diberikan oleh Ibnul Jauzi melibatkan dua komponen utama. Menyiapkan perasaan dan fikiran serta aktivtas fisik untuk mempersiapkan perpisahan. Diantara kiat yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
Sebenarnya tidak harus travelling ke tempat wisata. Ibnul Jauzi menyebut salah satu diantara cara paling efektif untuk melupakan kekasih dan sembuh dari luka yang menyakitkan adalah menjauh dari kekasih tersebut. Biasanya dengan sedikit menjauh dan menjaga jarak dengan kekasih akan juga bisa menciptakan jarak di hatinya. Mungkin pada awalnya perjalanan tersebut akan terasa berat. Akan tetapi lama-kelamaan juga akan terbiasa. Terlebih jika perjalanan tersebut adalah dengan mengunjungi tempat-tempat yang indah bisa jadi hal tersebut akan menjadi sedikit penawar yang luar biasa.
Menjaga jarak jika dilihat dari konteks saat ini juga bisa diaplikasikan dengan menjaga diri untuk tidak berkomunikasi. Baik via chat atau media sosial lainnya. Karena tentu akan percuma jika kita sudah capek mengeluarkan effort untuk menjauh akan tetapi kita sendiri yang mulai menghubunginya lagi.
Disadari atau tidak, terkadang perasaan yang begitu kuat adalah karena ia tidak mempunyai kesibukan lain selain memikirkannya. Ibnul Jauzi bahkan secara tegas menyebut, rindu adalah pekerjaan orang yang nganggur alias tidak punya kesibukan. Sehingga ketika kita sedang dilanda patah hati misalkan maka menyibkkan diri di kehidupan nyata adalah solusi paling nyata. Karena jika hati itu selalu kosong tidak mempunyai kesibukan apa-apa. Bayang-bayang yang selalu muncul pasti adalah dirinya. Oleh karenanya Ibnul Jauzi menyebut:
فاذا تشاغل بما يوجب اشتغال القلب بغير المحبوب درس الحب ودثر العشق وحصل التناسي
“Ketika hati sudah disibukkan dengan kesibukan selain dirinya, maka perlahan cinta dan rindu itu akan tergerus, dan pasti akan bisa sedikit melupakannya”
- Menjenguk orang sakit, Ziarah Kubur dan Mengingat Kematian
Dengan menjenguk orang sakit, atau berziarah kepada orang yang meninggal biasanya akan menimbulkan bekas atau perasaan haru. Kita kemudian akan menyadari bahwa apapun yang ada di dunia ini sifatnya hanyalah sementara. Tidak ada yang abadi, semua pada waktunya akan kembali kepada Allah. Termasuk urusan cinta ini.
- Mengikuti majelis Pengajian atau Majelis dzikir, Mendengar dan Membaca kisah-kisah
Tentu, tidak ada salahnya jika seseorang yang sedang dilanda patah hati datang kepada seorang tokoh/kiai atau sekedar datang mendengarkan di majelisnya. Bisa jadi lewat nasihat-nasihat yang disampaikan di dalam majelis itu bisa menjadi salah satu obat yang bisa menyembuhkannya.
- Membayangkan saat ini ia yang ditinggal pergi orang yang dicintainya.
Jika masih sulit untuk melupakannya coba bayangkan di posisi sebaliknya. Semua orang, semua pasangan akan pasti berpisah. Semua hanya soal waktu saja.
- Mencoba mengingat hal yang tidak ia senangi dari sang pujaan hati.
Biasanya seorang yang sudah jatuh cinta tidak akan melihat aib atau cela dari diri kekasihnya. Akan tetapi kita berniat untuk bangkit dari keterpurukan darinya maka kita harus bersikap sebaliknya.
Ibnul Jauzi berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita.”
- Merenungi kemungkinan akibat dan resiko yang akan ditimbukan jika kita memaksakan untuk tetap bersama pilihan kita.
Semua hal yang dpaksakan tidak akan menjadi baik. Semua sudah ada takdirnya masing-masing. Jika kita terus memaksakan sesuai dengan hawa nafsu kita, bukan kebaikan yang lahir justru petaka-petaka yang akan menghampiri. Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang akan hina dunia dan akhirat karena cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahissalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita.
orang yang berakal pasti akan mempertimbagkan dengan betul atas apa yang akan diputuskannya. Ia tidak akn tergesa-gesa dalam menyikapi sebuah peristiwa.
- Mencoba memahami, bahwa kondisi ini merupakan salah satu ujian dari Allah.
Dengan Ujian tersebut Allah mungkin ingin melihat sebatas mana kesabaran yang kita miliki. Bukan tidak mungkin setelah kita bertarung menahan dan bersabar atas peristiwa ini, kelak Allah akan memberikan kkita ganti yang jauh lebih baik.
- Merenungkan hal-hal apa yang selama berhubungan dengan kekasih tersebut telah terlewatkan. Baik kehilangan waktu yang berharga hingga kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri dan menambah kemampuan.
- Merenungkan bahwa berlarut-larut dalam kondisi seperti ini tidak akan membawa kebaikan untuk dirinya sendiri.
Hal ini bisa dimulai dengan menyadari bahwa tidak ada seorangpun yang bisa membangkitkan dari kondisi terpuruk kecuali dirinya sendiri. Sehebat apapun motivator menymapaikan motivasinya, kalau dari lubuk hati yang paling dalam tidak mau diajak bangkit maka adalah sia-sia.
Ini mungkin adalah salah satu solusi yang paling realistis. Walau pada realitanya untuk menemukan sosok baru tidaklah mudah. Akan tetapi jika sudah mencoba beberapa solusi yang telah disebutkan Ibnul Jauzi diatas, move on dan kemudian menikah adalah muaranya. Dengan menikah seseorang akan memulai fase kehidupannya yang baru, menutup kisah lama yang menyesakkan.
Jika pada akhirnya setelah kita berusaha sekuat tenaga untuk melupakan semuanya. Akan tetapi masih saja ada hal-hal yang masih terasa menyiksa maka tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain pasrah dan berdoa. Menyerahkan hasil dari semua effort yang kita keluarkan kepada Allah Swt. Biarkan Allah yang akan mengatur hasil terbaik dan maslahah. Dalam hal ini Ibnul Jauzi memberikan doa:
إلهي قد فعلت ما اطقتُ, فاحفظ لي ما لا طاقة لي بحفظه
“Ya Allah aku telah melakukan semua yang mampu aku usahakan, selebihnya tolong jagalah dan berikanlah sesuatu yang diluar batas kemampuanku untuk menjaganya”
[ad_2]
Sumber : Islami.co