[ad_1]

loading…

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: Aljazeera

Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan . “Inilah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada sahabatnya,” ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul “Malaamihu Al Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nasyuduh‘ yang dalam edisi Indonesia menjadi “Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah” (Citra Islami Press, 1997)

Menurutnya, mungkin ada sebagian manusia yang mengira bahwa mencintai keindahan itu bisa mengurangi keimanan atau memasukkan seseorang ke lingkup kelalaian dan kesombongan yang dibenci oleh Allah dan oleh manusia.

Mari kita simak hadis berikut ini:

Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebiji sawi dari kesombongan.”

Ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya jika ada seseorang yang senang memakai baju baik dan sandal baik (apakah itu termasuk kesombongan?)

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah, mencintai keindahan, kesombongan adalah menolak kebenaran dan membenci manusia” (HR Muslim)

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan keindahan Allah Ta’ala ada empat tingkatan: keindahan zat, keindahan sifat, keindahan perbuatan dan keindahan nama.

Sabda Rasululah SAW, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan”, mengandung dua unsur landasan Islam yang agung, yaitu pengetahuan tentang sifat Allah Ta’ala dan pengamalan konsekwensi dari sifat tersebut.

Menurutnya, yang pertama kita mengenal Allah Ta’ala dengan sifat maha indah yang tidak ada satu makhlukpun menyerupainya, kemudian yang kedua kita beribadah kepada Allah Ta’ala dengan sifat indah yang dicintai-Nya, dalam ucapan, perbuatan dan akhlak.

Allah Ta’ala mencintai seorang hamba yang memperindah/menghiasi ucapannya dengan kejujuran, hatinya dengan keikhlasan, kecintaan, selalu kembali dan bertawakkal (kepada-Nya). Anggota badannya dengan ketaatan (kepada-Nya), serta tubuhnya dengan memperlihatkan nikmat yang dianugrahkan-Nya kepadanya, dalam berpakaian, membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, memotong kuku, dan sebagainya.

“Maka hamba yang dicintai-Nya adalah hamba yang mengenal-Nya dengan sifat maha indah-Nya kemudian beribadah kepada-Nya dengan keindahan yang ada pada agama dan syariat-Nya,” demikian Ibnu Qayyim.

(mhy)

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI