[ad_1]

loading…

Pernikahan Syarifah Hilyatul Ummah binti Syekh Habib Saggaf BSA dan Habib Ahmad Riza bin Abdillah Al-Munawwar, 15 Agustus 2022 lalu. Foto/dok Nurul Iman

Wanita keturunan Nabi Muhammad ﷺ biasa dipanggil dengan gelar Syarifah atau Sayyidah. Untuk laki-laki disebut Sayyid atau Syarif. Di Indonesia lebih populer dengan panggilan Habib, jamaknya Habaib.

Pertanyaannya, apakah wanita keturunan Nabi Muhammad (Syarifah dan Sayyidah) boleh menikah denganorangbiasa? Yang dimaksud orang biasa adalah laki-laki dari kalangan Non-Sayyid atau orang yang tidak memiliki pertalian (hubungan) nasab dengan Baginda Rasulullah ﷺ.

Sudah menjadi tradisi yang dipegang kuat oleh kalangan Habaib, apabila menikahkan putrinya (Syarifah), biasanya dinikahkan dengan seorang Syarif, Sayyid atau Habib. Karena pernikahan tersebut dihukumi sekufu atau kafa’ah. Pernikahan Syarifah dengan Sayyid atau Habib ini dianggap sebagai kewajiban untuk menjaga kemuliaan nasab anak keturunan Nabi Muhammad ﷺ.

Makna Kafa’ah
Dalam “Pernikahan Syarifah dengan Laki-laki Non Sayyid (Studi Pendapat Habaib pada Rabithah Alawiyah Jakarta) karya Muhammad Zainudin (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017) dijelaskan makna Kafa’ah dan kriterianya. Kafa’ah diartikan sebagai kesepadanan (kesetaraan) antara laki-laki dan perempuan. Menurut Mazhab Syafi’i seperti dikutip Hasyim Assegaf adalah persamaan dan kesempurnaan. Persamaan ini terbagi empat kriteria:

1. Nasab
Orang Ajam hanya berhak menikah dengan orang Ajam. Orang Quraisy hanya berhak menikah dengan orang Quraisy. Madzhab Syafi”i memiliki persepsi yang sama dengan Mazhab Hanafi tentang golongan tertinggi di masyarakat Arab.

2. Agama
Laki-laki harus sama dalam hal istiqamah dan kesucian. Laki-laki yang fasik tidak sekufu dengan perempuan yang istiqamah kecuali telah bertaubat. Sementara laki-laki pezina tidak kufu dengan perempuan yang suci meskipun laki-laki tersebut telah bertaubat.

3. Kemerdekaan
Hanya berlaku pada pihak laki-laki dan tidak pada perempuan, karena laki-laki dapat menikah dengan siapa saja baik hamba atau sederajat.

4. Profesi
Laki-laki miskin yang pekerjaannya tergolong rendah tidak sekufu dengan perempuan yang kaya, namun laki-laki yang miskin dapat sekufu dengan perempuan yang kaya dengan syarat kerelaan orang tua.

Di antara keistimewaan nasab keluarga Alawiyyin (keturunan Nabi Muhammad ﷺ) adalah silsilah nasab mereka tercatat rapi. Mereka mempunyai satu lembaga khusus yang dikenal dengan nama al-Maktab al-Daimi atau Rabithah Alawiyah, berdiri sejak 1928 (berpusat di Jakarta), yang bertugas mencatat nasab dan silsilah keturunan Alawiyyin di manapun mereka berada. Sehingga gelar Habib atau Sayyid tidak disalahgunakan oleh seseorang.

Pernikahan Syarifah dengan Laki-laki Non Sayyid
Pernikahan Syarifah dengan laki-laki biasa (Non Sayyid) sangat tidak dianjurkan oleh kalangan Habaib. Seorang Syarifah harus menikah dengan laki-laki yang juga golongan Ahlul Bait.

Dalam Kitab Bughyah al-Mustarsydin karya Sayyid Abdurahman bin Muhammad bin Husain al-Masyhur Ba’alawi dijelaskan: “Seorang Syarifah yang dipinang orang selain laki-laki keturunan Rasulullah ﷺ, maka aku tidak melihat diperbolehkannya pernikahan tersebut. Walaupun wanita keturunan Ahlul Bait Nabi dan walinya yang terdekat merestui. Ini dikarenakan nasab mulia tersebut tidak bisa diraih dan disamakan. Bagi setiap kerabat yang dekat ataupun jauh dari keturunan Sayyidah Fathimah Az-Zahra adalah lebih berhak menikahi wanita keturunan Ahlul Bait tersebut.”

Sayyid Utsman bin Abdullah bin Agil bin Yahya (Mufti Betawi) dalam Kitabnya Qawanin Syar’iyyah wa Al-Ifta’iyyah mengatakan: “Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu. Apalagi perempuan itu seorang Syarifah, maka yang bukan Sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun Syarifah itu dan walinya menyetujuinya.

Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah, namun para ulama Ahlul Bait mempunyai ijtihad ikhtiar dalam syara’ yang tiada didapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan Ahlul Bait Nabi.

Sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan Syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk Syarifah dengan lain bangsa yang bukan Sayyid.”

Kesimpulan
Wanita keturunan Nabi Muhammad (Syarifah) hanya dibolehkan menikah dengan laki-laki golongan Sayyid/Syarif pula. Begitu sebaliknya, Sayyid/Syarif dianjurkan menikah dengan anak-anak Syarifah. Menurut Rabithah Alawiyah, dasar pelaksanaan pernikahaan sekufu (kafa’ah) ini dilakukan keluarga Alawiyin sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam menikahkan putrinya Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Inilah pernikahan sekufu (kafa’ah) dua sosok manusia mulia di muka bumi. Dari keduanya lahirlah anak keturunan Nabi Muhammad ﷺ yang kita kenal dengan Sayyid, Syarif, Habib atau Syarifah/Sayyidah (untuk perempuan).

Wallahu A’lam

(rhs)

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI