[ad_1]
loading…
Yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu sebenarnya karena memang sudah bawaannya sebagai orang yang lembut hati. Ilustrasi: Ist
Imam Bukhari dakan Kitab Shahih Bukhari memberikan keterangan bahwa dari kafir Makkah 70 orang tewas dan 70 orang tertawan. Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Korban pasukan Muslim sebanyak 14 orang sahid, 6 orang berasal dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum Anshar.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul “Abu Bakr As-Siddiq – Yang Lembut Hati” (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) berkisah setelah mendapat kemenangan di Badar, kaum Muslimin kembali ke Madinah dengan membawa tawanan.
Mereka ini masih ingin hidup, ingin kembali ke Makkah, meskipun dengan tebusan yang mahal. Tetapi mereka masih khawatir Nabi Muhammad SAW akan bersikap keras kepada mereka mengingat gangguan mereka terhadap sahabat-sahabatnya selama beberapa tahun lalu, saat mereka berada di Makkah.
Mereka berkata satu sama lain: “Sebaiknya kita mengutus orang kepada Abu Bakar . Ia paling menyukai silaturahmi dengan Quraisy, paling punya rasa belas kasihan, dan kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia.”
Selanjutnya, mereka pun mengirim delegasi untuk menjumpai Abu Bakar.
“Abu Bakar,” kata mereka kemudian, “di antara kita ada yang masih bertalian sebagai orangtua, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan sahabatmu itu supaya ia bermurah hati kepada kami atau menerima tebusan kami.”
Dalam hal ini Abu Bakar berjanji akan berusaha. Tetapi mereka masih khawatir Umar bin Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Lalu mereka juga bicara dengan Umar seperti pembicaraannya dengan Abu Bakar. Tetapi Umar menatap muka mereka dengan mata penuh curiga tanpa memberi jawaban.
Akhirnya Abu Bakar yang bertindak sebagai perantara kepada Rasulullah mewakili orang-orang Quraisy musyrik itu. Ia mengharapkan belas kasihannya dan sikap yang lebih lunak terhadap mereka. Ia menolak alasan-alasan Umar yang mau main keras terhadap mereka. Diingatkannya pertalian kerabat antara mereka dengan Nabi.
Haekal mengatakan apa yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu sebenarnya karena memang sudah bawaannya sebagai orang yang lembut hati, dan kasih sayang baginya sama dengan keimanannya pada kebenaran dan keadilan.
Barangkali dengan mata hati nuraninya ia melihat peranan kasih sayang itu juga yang akhirnya akan menang. Manusia akan menuruti kodrat yang ada dalam dirinya dan dalam keyakinannya selama ia melihat sifat kasih sayang itu adalah peri kemanusiaan yang agung, jauh dari segala sifat lemah dan hawa nafsu.
“Yang menggerakkan hatinya hanyalah kekuatan dan kemampuan. Atau, kekuasaan manusia terhadap dirinya ialah kekuasaan yang dapat meredam bengisnya kekuatan, dapat melunakkan kejamnya kekuasaan,” ujar Haekal.
(mhy)
[ad_2]
Sumber Artikel KLIK DISINI