[ad_1]
loading…
Ketentuan ujian dari Allah Subhanahu wa taala tidak hanya berupa kesusahan dan keburukan saja. Ujian juga bisa berupa kebaikan. Foto ilustrasi/ist
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِا لشَّرِّ وَا لْخَيْرِ فِتْنَةً ۗ وَاِ لَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya : 35)
Dalam sebuah hadis dari sahabat Anasradhiyallahu’anhu, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
“Sungguh menakjubkan seorang mukmin. Tidaklah Allah menetapkan kepadanya sesuatu kecuali itu merupakan kebaikan baginya“ (H.R Ahmad).
Sehingga, bagi seorang mukmin jika dia mendapat kebaikan dia bersyukur. Dan jika sedang diuji oleh Allah dengan kesusahan dan kesempitan seperti sakit, miskin, dan musibah lainnya akan menghadapinya dengan sabar. Baik bersyukur maupun sabar adalah kebaikan dan bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala.
Dalam Kitab at-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh ‘Aidh Al Qorni, saat menafsirkan Surat Al Anbiya ayat 35 (“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”), disebutkan bahwa setiap manusia pasti mati sepanjang apa pun usianya di kehidupan ini.
Dilanjutkan, bahwa kehidupan manusia di muka bumi ini tak lain dan tak bukan adalah ujian dan cobaan . Yakni dengan hukum-hukum syariat Allah Ta’ala baik berupa perintah, larangan, dan ketentuan halal maupun haram, juga dengan ketentuan yang menurut kita baik maupun buruk, serta yang sulit maupun yang mudah.
Lalu, semuanya akan kembali kepada Allah pada hari Kiamat agar Dia membalas setiap orang dengan amalnya masing-masing. Begitulah Allah Ta’ala sudah menentukan kehidupan seorang hamba untuk mengujinya.
Hendaknya seorang mukimin mengetahui bahwasnya ketika AllahTa’alamemberikan kelapangan pada seorang hmba berupa nikmat harta, sehat, anak, dan kenikmatan lainnyabukan merupakan bukti bahwa Allah meridhoi dan memberi kemuliaan kepada hamba tersebut.
Demikian pula kesempitan yang diperoleh seorang hamba berupa kekurangan harta, musibah sakit, dan musibah lainnya tidak menunjukkan bahwa Allah tidak ridho atau sedang menghinakan hamba tersebut.
Jika seseorang bersikap sabar dan tawakkal dalam menerima cobaan atau musibah, serta bersyukur kepada-Nya dalam menerima suatu kebaikan dan keberuntungan, maka dia adalah termasuk orang yang memperoleh kemenangan dan iman yang kuat serta mendapat keridaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebaliknya, bila keluh kesah dan rusak imannya dalam menerima cobaan Allah, atau lupa daratan ketika menerima rahmat-Nya sehingga ia tidak bersyukur kepada-Nya, maka orang tersebut adalah termasuk golongan manusia yang merugi dan jauh dari rida Allah. Bahkan Allah akan memberikan Azab yang pedih ketika manusia tidak terima dengan ketentuan Allah Ta’ala.
Inilah yang dimaksudkan dalam firman-Nya pada ayat lain dalam Surat Al-Ma’arij ayat 19-22.
“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, kecuali orang-orang yang melaksanakan salat.” (QS. Ma’arij ayat 19-22.).
Semoga AllahTa’alamemberikan kekuatan (taufik) kepada kita dan kita senantiasa berusaha agar kita menjadiorang yang beruntung danmendapat kemenangan dalam menghadapai ujian dan cobaanbaik itu berupa nikmat maupun musibah.
Hanya Allah satu-satunya Zat Yang Maha Memberi Petunjuk dan tiada sekutu bagi-Nya. Karena Allah lah yang memberikan balasan, baik pahala maupun siksa, atau memberikan ampunan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
WallahuA’lam.
(wid)
[ad_2]
Sumber Artikel KLIK DISINI