[ad_1]

loading…

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: MEE

Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan jika paham ekonomi materialis liberal mengkultuskan kebebasan individu maka paham ekonomi sosialis juga memiliki pandangan tersendiri, antara lain sebagai berikut:

Sistem ekonomi Sosialis menghilangkan pemilikan individu dan kebebasannya dan menganggap semua kekayaan itu sebagai perisai pemerintahan.

“Prinsip ini sangat diagung-agungkan oleh masyarakat sebagai perwakilan dari negara,” ujarnya dalam bukunya berjudul “Malaamihu Al Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nasyuduh” yang dalam edisi Indonesia menjadi “Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah” (Citra Islami Press, 1997)

Individu dalam sistem ini tidak berhak memiliki tanah, pabrik pekarangan atau yang lainnya dari sarana produksi, tetapi ia wajib bekerja sebagai karyawan pemerintah sebagai pemilik segala sumber produksi dan yang berhak mengoperasikannya. Pemerintah juga melarang seseorang untuk memiliki modal harta meskipun melalui prosedur yang halal.

Menurut al-Qardhawi, adapun dalam Islam kita mengetahui bahwa dia menghargai hak milik pribadi, karena itu termasuk konsekuensi fitrah dan termasuk bagian dari kebebasan (kemerdekaan). Bahkan termasuk sifat dasar kemanusiaan, karena hak milik pribadi itu merupakan motivasi yang paling kuat untuk merangsang produktivitas dan meningkatkannya.

Islam tidak membedakan antara sarana produksi dan yang lainnya, tidak pula membedakan antara pemilikan besar atau kecil, selama ia memperolehnya dengan cara yang sah menurut syari’at.

“Sesungguhnya paham Sosialis Marxisme itu tegak di atas perang antargolongan dan mengobarkan api permusuhan antargolongan yang satu dengan yang lainnya dengan mempergunakan sarana kekerasan yang penuh pertumpahan darah,” ujar al-Qardhawi. “Sehingga pada akhirya seluruh golongan itu hancur, kecuali satu golongan yaitu kaum ‘Proletar’ termasuk di dalamnya kaum buruh rakyat kecil.”

Padahal yang sebenarnya menang bukanlah dari kalangan buruh, kata al-Qardhawi, tetapi sekelompok manusia yang bekerja di partai dan militer yang berkuasa atas nama golongan buruh di segala bidang dan melarang sebagian besar penduduk dari segala sesuatu.

Oleh karena itu akhir penjelasan dari Karl Marx adalah, “Wahai kaum buruh sedunia bersatulah!” untuk melawan kelompok-kelompok lainnya.

Adapun Islam, aturan dan falsafahnya tegak di atas persaudaraan antarmanusia dan menganggap mereka semuanya satu keluarga dan memperbaiki hubungan di antara mereka apabila terjadi ketidakberesan.

Islam menganggap hal itu lebih mulia daripada salat atau puasa sunah. “Maka jelaslah perbedaan antara orang yang mengajak para buruh untuk bersatu melawan yang lainnya dengan orang yang mengajak manusia seluruhnya untuk bersaudara dan menjalin cinta kasih sesama mereka,” jelas al-Qardhawi.

Nabi SAW bersabda: “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR Ahmad dan Muslim)

Paham Sosialis Marxis selalu diliputi oleh tekanan politik, dan teror pemikiran serta berbagai pelarangan terhadap kebebasan. Mereka menyembunyikan aspirasi kelompok-kelompok yang menentang sistem dan menuduh setiap kelompok oposisi sebagai sikap primitif, kontra revolusi, pengkhianat atau dengan tuduhan yang lainnya.

Sama saja sejak masa “Lenin” sampai hari ini. Dan Lenin pernah menulis kepada salah seorang sahabatnya, ia mengatakan, “Sesungguhnya tidak mengapa membunuh tiga perempat penduduk dunia agar sisanya seperempat menjadi Sosialis.”

Al-Qardhawi mengaakan adapun Islam itu tegak di atas dasar musyawarah, dan menjadikan nasihat pemerintah itu termasuk inti ajarannya, dan mendidik masyarakat untuk menyelamatkan orang yang berbuat kejahatan dengan lembut dan beramar ma’ruf nahi munkar serta memperingatkan umat apabila melihat orang yang zalim, kemudian bila mereka tidak memegang kedua tangannya (mencegahnya) maka Allah akan menyegerakan siksa untuk mereka dari sisi-Nya.

(mhy)

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI