[ad_1]

loading…

Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam memutuskan lima perkara berkaitan dengan pemeliharaan anak ketika terjadi perceraian pasangan suami istri dalam Islam. Foto ilustrasi/ist

Jika terjadi perceraian dengan meninggalkan seorang anak, kerap meninggalkan problem soal hak asuh anak . Karena anak yang dalam kondisi orang tuanya bercerai, baik anak yang masih kecil atau anak cacat, tetap membutuhkan penanganan urusan-urusannya dan memberikan pemeliharaan bagi dirinya.

Ada lima perkara yang diputuskan oleh Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam berkaitan dengan pemeliharaan anak . Hal ini tercatat dalam Kitab berjudul Fatwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam karya Imam Ibnul Qoyyim al Jauziyah. Kelima perkara itu adalah:

Pertama
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam memutuskan bahwa anak perempuan Hamzah diserahkan (pemeliharaannya) kepada bibinya, yang pada saat itu di bawah tanggungan Ja’far bin Abi Thalib. Beliau bersabda :”Bibi itu menempati kedudukan ibu”.

Putusan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam ini mengandung pengertian bahwa seorang bibi kedudukannya sama dengan ibu dalam hak pemeliharaan. Kedudukan di posisi ibulah yang berhak mengasuh anak yang masih kecil. Asalkan dia masih anak-anak hak pemeliharaannya tidak hilang meskipun dia menikah.

Kedua
Ada seorang bapak datang kehadapan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membawa seorang anaknya yang masih kecil yang belum baligh, lalu dia bertengkar dengan Ibu anak itu (istrinya) yang waktu itu belum masuk Islam.

Maka Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam mendudukkan suami istri itu kemudian anak disuruh memilih. Lalu Rasulullah berdoa : “Ya Allah, berilah anak itu petunjuk.” Maka, anak itu condong kepada ayahnya. (HR. Ahmad).

Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan kesempatan kepada anak yang orang tuanya berpisah untuk mengambil keputusan berdasar kecenderungan anak tersebut. Apakah condong bapaknya atau ibunya.

Ketiga
Bahwasannya Rafi’ bin Siman masuk Islam, sedang istrinya enggan masuk Islam. Lalu istrinya datang kepada Rasulullah , dan berkata : “Ini adalah anak Perempuanku telah disapih (disusui)”. Lalu Rafi’ berkata : “Ini adalah anak Perempuanku.”

Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Rafii’ : “Duduklah kamu di pojok sini!”. Dan bersabda kepada istrinya : “Duduklah kamu di pojok sana!”. Kemudian, Nabi mendudukan anak di antara mereka berdua. Maka anak itu condong dan cenderung kepada ibunya. Kemudian Nabi berdoa : “Ya Allah, berilah anak itu petunjuk!” Kemudian anak itu berbalik condong kepada bapaknya. (HR. Ahmad).

Allah menuntun bahwa orang kafir (tidak Islam) tidak boleh diserahi hak mengasuh anak yang beragama Islam. Kondisi ini lebih buruk dari orang fasik (membangkang dari syariat Islam). Bahaya yang muncul darinya lebih besar. Tidak menutup kemungkinan, ia memperdaya si anak dan mengeluarkannya dari Islam melalui penanaman keyakinan agama kufurnya.

Keempat.
Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata : “Sesungguhnya suamiku ingin pergi dan membawa anakku, padahal dia yang telah mengambilkan air minumku dari sumur Abu Utbah dan ia benar-benar bermanfaat untukku. Lalu Suaminya berkata : “Siapa yang berani berkata yang macam-macam tentang anakku?”

Lalu Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada anaknya : “Ini ayahmu dan ini ibumu. Maka peganglah tangan salah satu dari keduanya yang mana yang kamu suka!” Maka anak itu memegang tangan ibunya, kemudian sang ibu membawanya pergi. (HR. Ahmad)

Menegaskan bahwa si Ibu yang lebih berhak mendapatkan hak asuh daripada sang ayah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mempunyai alasan, mengapa ibu lebih berhak dalam mengasuh anaknya? dikarenakan ibu lebih baik daripada ayah si anak. Sebab, jalinan ikatan dengan si anak sangat kuat dan lebih mengetahui kebutuhan makanan bagi anak, cara menggendong, menidurkan dan mengasuh.

Kelima
Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini anakku; perutkulah yang menjadi tempat makanannya; susuku yang menjadi tempat minumnya, serta pangkuanku menjadi tempat bernaungnya. Dan sesungguhnya bapaknya telah menceraikan ku dan hendak memisahkan anakku dariku. Maka Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Engkaulah yang berhak mengasuhnya, selama engkau belum menikah lagi.” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini menunjukkan, bahwa seorang ibu paling berhak mengasuh anaknya ketika ia diceraikan oleh suaminya (ayah si anak) dan menginginkan merebut hak asuhnya.

Wallahu A’lam

(wid)

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI