[ad_1]

loading…

Khotbah Jumat tentang menaati dan menasihati pemimpin adalah wajib menarik untuk disimak. Terlebih, tak lama lagi bangsa ini akan segera mendapatkan pemimpin baru. Foto ilustrasi/ist

Khotbah Jumat tentang menaati dan menasihati pemimpin adalah wajib menarik untuk disimak. Terlebih, tak lama lagi bangsa ini akan segera mendapatkan pemimpin baru.

Pada sebuah tempat atau masa tertentu, keberadaan seorang pemimpin tidak lain adalah ketentuan dari Allah SWT. Terlepas dari perbedaan pilihan atau gonjang-ganjing yang mungkin terjadi di masyarakat, tetap saja pemimpin yang terpilih nantinya memang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt.

Sebagai warga negara yang baik, ada beberapa kewajiban yang sudah seharusnya kita lakukan terhadap pemimpin. Adapun di antaranya seperti menaati ketentuannya hingga menasihatinya apabila terjadi hal-hal yang dirasa kurang tepat.

Berikut ini contoh naskah khutbah Jumat tentang kewajiban menaati dan menasihati pemimpin sebagaimana dinukil dari laman Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Khotbah Jumat tentang Menaati dan Menasihati Pemimpin adalah Wajib

Khotbah I

اَلْحَمْدُ ِللهُ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ.

فَيَاعِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا كَانَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَهُمْ» أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُد.

صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ. وَبَلَّغَ رَسُولُهُ الكَرِيْمُ. وَنَحْنُ عَلىٰ ذٰلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kenikmatan kepada kita sekalian, baik nikmat iman, nikmat Islam hingga nikmat kesehatan, sehingga kita semua bisa berkumpul pada hari yang mulia ini. Tak lupa juga salawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw yang selalu kita harapkan syafaatnya kelak di akhirat.

Sidang jemaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Islam menjadi agama yang secara jelas mengatur kehidupan manusia secara baik, sehingga nantinya mereka dapat mencapai tujuan hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan bermasyarakat misalnya, tidak mungkin dapat tercapai kemaslahatan apabila tidak ada seorang pemimpin.

Bahkan, agama saja tidak akan tegak tanpa kehadiran seorang pemimpin. Maka dari itu, Nabi Muhammad Saw mengharuskan umatnya agar mengangkat seorang pemimpin dalam kehidupan sosialnya. Suatu hari, Rasulullah pernah mengajarkan bahwa sebuah rombongan perjalanan pun harus punya pemimpin. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Rasululullah saw bersabda:

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR. Abu Dawud)

Nah, kelompok kecil saja membutuhkan pemimpin, apalagi kelompok besar masyarakat yang terorganisir dalam sebuah kehidupan bernegara yang pastinya juga harus memiliki pemerintahan. Adapun pentingnya keberadaaan pemerintahan di sebuah negara pernah disampaikan Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin:

اَلدِّيْنُ والْمُلْكُ تَوْأَمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama menjadi pondasi, sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak punya fondasi, tentu akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal, mereka juga bakal tersia-siakan.”

Jika mencoba memahami pernyataan al-Ghazali secara lebih jauh, ada pemahaman bahwa negara memang wajib hadir agar kemaslahatan masyarakat dapat diwujudkan. Sebagai konsekuensi agar tujuan tersebut tercapai, negara harus punya pemimpin yang nantinya akan berusaha mewujudkan kemaslahatan masyarakat.

Maka dari itu, dalam Islam hadirnya seorang pemimpin sebuah negara tidak saja wajib aqli, namun juga wajib syar’i. Adapun konsekuensi logisnya berarti menaati pemimpin negara hukumnya adalah wajib. Sebaliknya, segala bentuk pembangkangan terhadap pemimpin negara yang sah adalah pelanggaran hukum yang berat. Allah SWT pernah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI