[ad_1]

loading…

Setiap orang memiliki aibnya masing-masing, untuk itulah Allah memerintahkan untuk menutupi aib diri sendiri dan sesama muslim. Foto ilustrasi/ist

Aib dan mengumbar aib saat ini sudah tidak tabu lagi dilakukan di media sosial. Bahkan, menjadi salah satu ‘konten’ yang cukup menjual. Tiada hari tanpa ghibahin orang lain, membuka kejelekan dan keburukan orang lain, mengumbar nasib buruk orang, bahkan aib sendiri pun, seolah menjadi ‘jualan’ paling laku agar dirinya viral di di dunia maya tersebut. Lalu bagaimana syariat memandang hal tersebut?

Islam mengajarkan dan memerintahkan kita atau umatnya untuk menutup aib diri sendiri, begitu juga menutup aib orang lain. Bahkan, perintah untuk tidak mengumbar aib dan keburukan menjadi salah satu penyebab turunnya ayat Al-Qur’an.

Hal ini terjadi ketika salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Salman al Farisi, ketika selesai makan ia langsung tidur dengan mendengkur. Kelakuan Salman diketahui orang lain dan menjadi bahan pergunjingan, hingga akhirnya aib tersebut tersebar luas.

Akibat kejadian tersebut Allah menurunkan ayat,

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat:12).

Kenapa ‘aib’ begitu antusias dibicarakan orang? Apalagi umumnya banyak dilakukan oleh kaum wanita? Secara istilah, aib merupakan sesuatu yang ada pada diri seseorang yang sifatnya buruk atau tidak menyenangkan. Karena itu, aib adalah suatu hal yang harus ditutup rapat-rapat dan tak boleh disebarkan. Meski bukan sejenis hoaks, namun aib sesuatu yang buruk sehingga tak boleh diketahui orang lain. Sebab hal itu sangat memalukan.

Setiap orang memiliki aibnya masing-masing, untuk itulah Allah memerintahkan untuk menutupi aib diri sendiri dan sesama muslim, seperti tertera pada Surah Al Hujurat tersebut.

Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna , dimana setiap alur kehidupannya Allah sudah tentukan dengan jalannya masing-masing. Terkadang manusia melakukan hal-hal yang tak sepantasnya dilakukan, seperti membuka aibnya sendiri yang sebelumnya telah ditutupi oleh Allah yang Maha baik.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu, padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya.” (HR Bukhari Muslim)

Ibnu Abdil Barr ketika menjelaskan hadis ini dan sejenisnya, menjelaskan : “Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ketika seorang muslim melakukan perbuatan yang keji wajib baginya menutupinya, dan begitu juga ia wajib menutupi aib orang lain.”

Jadi, seorang muslim dan muslimah wajib menutup aibnya sendiri dan aib orang lain. Dia tak boleh menyebarkan aib tersebut kepada siapapun, termasuk kepada suami atau keluarganya sendiri. Sebuah hadis menceritakan, kisah seorang perempuan yang menemui Aisyah radhiyallahu’anha dan menceritakan sebuah aib yang ia alaminya.

Dari Maryam binti Thariq meriwayatkan bahwa seorang perempuan menemui Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha. “Wahai Aisyah,” kata perempuan itu, ketika aku sedang pergi haji menuju Baitullah, laki-laki yang menyewakan kendaraan untuk jamaah haji itu sengaja menyentuh betisku”

Belum selesai kalimat itu, Aisyah langsung menghentikannya, “Sudah, cukup!” Aisyah kemudian berpaling dan menyuruh perempuan tersebut keluar. Setelah itu, Ummul Mukminin juga keluar dan mengumpulkan para perempuan mukminah lantas menasehati mereka semua:

“Wahai wanita-wanita mukminah, jika kalian berbuat salah, janganlah sekali-kali menceritakannya kepada orang lain. Mintalah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah. Manusia seringkali menginginkan membuka aibnya dan tidak menutupinya. Sedangkan Allah bermaksud menutupinya dan tidak membukanya.”

Sehingga, ketika seseorang yang memiliki aib pada masa lalu, namun ia dapat menjaga lisannya untuk tidak menyebarkan keburukan orang lain, niscaya Allah akan menolong ia untuk menutup aib yang ada pada dirinya. Begitupun sebaliknya, jika tetap menyebarkan aib orang lain maka Allah akan membuka aib kita di dunia dan akhirat.

Hal itu tercermin dalam sebuah hadist riwayat Tirmidzi:

“Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat.”(HR. At Tirmidzi)

Langkah Menemukan Aib Sendiri

Daraipada mengumbar aib orang lain, lebih baik kita berusaha untuk menemukan aib. Melihat aib sendiri juga jauh lebih baik daripada melihat aib orang lain. Karena itu, bagi seorang muslim menilai aib sendiri lebih penting daripada menilai aib orang lain. Namun bukan berarti setelah kita tahu aib diri sendiri, jangan sampai hal itu tersebar keluar. Hal terpenting dari aib sendiri ini, kita intropeksi diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam kitab ‘Mukhtashar Minhajul Qashidin’, karya Ibnu Qudamah Almaqdisi disebutkan setidaknya ada empat cara atau langkah untuk menemukan aib sendiri ini. Antara lain sebagai berikut:

[ad_2]

Sumber Artikel KLIK DISINI