[ad_1]
loading…
Para ulama tidak menafsirkan singkatnya waktu dengan bertambahnya kecepatan perputaran bumi. Foto ilustrasi/ist
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan tiba hari Kiamat hingga waktu semakin singkat. Satu tahun bagaikan satu bulan, satu bulan bagaikan satu minggu, satu minggu bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu jam. Dan satu jam bagaikan api yg membakar daun kurma.” (HR Ahmad, Tirmidzi)
Para ulama tidak menafsirkan “singkatnya waktu” dengan bertambahnya kecepatan perputaran bumi sehingga jumlah masa dalam satu hari berkurang menjadi 23 jam misalnya. Penafsiran seperti ini tentu bertentangan dengan logika.
“Sebab, jika kita memutar sebuah bola di sebuah titik tertentu, tentulah kecepatannya semakin lama semakin berkurang, bukan semakin bertambah,” kata Gus Musa Muhammad dalam satu kajiannya.
Gus Musa menukil keterangan Imam an-Nawawi yang menafsirkan maksud dari singkatnya waktu adalah hilangnya keberkahan dalam waktu tersebut. Sehingga satu hari misalnya tidak mampu dimanfaatkan melainkan seperti satu jam saja. Pendapat ini dikuatkan oleh ulama setelahnya seperti Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari.
Ia berkata, “Pendapat yang benar adalah (Hadits ini) bermaksud bahwa Allah mencabut semua keberkahan dari segala sesuatu, termasuk keberkahan waktu. Dan ini merupakan salah satu tanda dekatnya Kiamat.”
Secara bahasa, kata “berkah bermakna al-Ziyadah (bertambah) dan berkembang. Kata ini lalu digunakan untuk menunjukkan kebaikan yang banyak seperti dalam firman Allah: “Kitab penuh berkah” dan “malam penuh berkah”, yang artinya penuh kebaikan yang banyak.
Rasulullah ﷺ juga sering kali mendoakan para sahabatnya agar Allah memberkahi mereka, seperti doa beliau untuk Abu Qatadah, “Ya Allah, berkahilah kulit dan rambutnya.” Sejak saat itu, kulit dan rambut Abu Qatadah tidak pernah berubah meski usianya makin bertambah. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq bercerita bahwa Abu Qatadah wafat pada usia 70 tahun namun kulit dan rambutnya bagaikan anak berusia 17 tahun.
Imam Abdul Wahab Sya’rani bercerita tentang gurunya Syaikh Zakaria Al-Anshari (pelajar fiqh Mazhab Syafi’i pasti mengenal nama ini). “Selama dua puluh tahun aku melayaninya, belum pernah aku melihat beliau dalam kelalaian atau melakukan sesuatu yang tak berguna, baik siang ataupun malam hari. Jika seorang tamu berbicara terlalu panjang kepadanya, beliau segera berkata dengan tegas: “Kau telah membuang-buang waktuku.”
Keberkahan waktu dapat kita lihat di sejarah hidup tokoh-tokoh Islam sejak masa sahabat. Mereka berhasil melahirkan prestasi besar hanya dalam masa yang sangat singkat sehingga agak sukar diterima logika “zaman hilang berkah” kita ini.
Zaid bin Tsabit, misalnya, berhasil melaksanakan perintah Nabi ﷺuntuk menguasai bahasa Yahudi (Suryaniah) percakapan dan tulisan hanya dalam 17 hari saja. Padahal pada saat itu belum ada alat bantu modern audio visual seperti sekarang ini. Bandingkan dengan kita yang memerlukan masa bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab atau Inggris tanpa memperoleh hasil yang membanggakan.
Para penulis biografi menceritakan bahwa Ibnu Arabi (ahli hadits dan fiqih mazhab Maliki asal Andalusia) berhasil menulis berbagai buku-buku besar dan penting, salah satunya sebuah tafsir setebal delapan puluh ribu lembar halaman.
Imam Al-Ghazali yang hanya hidup 55 tahun, dan Imam an-Nawawi yang hidup hanya 45 tahun, namun berhasil menulis banyak kitab berharga berjilid-jilid. Siapa yang pernah mencoba menulis buku pasti tahu betapa besar “keberkahan” yang Allah berikan kepada waktu para ulama ini.
Sebagai manusia biasa, mereka memiliki waktu sama dengan kita satu bulan terdiri dari empat minggu, satu minggu terdiri dari tujuh hari, dan satu hari terdiri dari 24 jam. Namun keberkahan dalam waktu memungkinkan mereka berkarya dan membuahkan prestasi lebih banyak dari kita.
Keberkahan waktu benar-benar kita rasakan telah hilang pada masa kita ini sehingga sering kali sebuah buku tidak dapat kita selesaikan meski berbulan-bulan telah berlalu. Kehilangan berkah dalam waktu adalah keluhan utama orang-orang kafir di Akhirat. Sering kali Al-Qur’an menceritakan bahwa ketika Kiamat terjadi, semua manusia merasa bahwa hidup mereka di dunia sangat singkat. Sebagian mereka merasa hidup di dunia hanya sepuluh hari saja.
“Allah bertanya: Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari.” (QS Al-Mukminun Ayat 112-113)
Di antara mereka ada juga yang berkata bahwa masa hidup mereka di dunia hanya beberapa jam saja, “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS Al-Nazi’at Ayat 46)
(rhs)
[ad_2]
Sumber Artikel KLIK DISINI